My Old Ass: Sebuah Petualangan Romantis dan Penemuan Diri
My Old Ass adalah film yang menggabungkan unsur komedi dan drama yang mengisahkan perjalanan seorang gadis muda bernama Elliott.
Mengalami pertemuan magis dengan versi dirinya yang lebih tua setelah mengikuti perjalanan halusinogen. Film ini tidak hanya menawarkan hiburan tetapi juga membawa pesan yang mendalam tentang pertumbuhan, penemuan diri, dan pentingnya menghargai momen yang ada. Ditulis dan disutradarai oleh Megan Park, film ini mengajak kita untuk memahami bagaimana tiap pengalaman membentuk siapa kita di masa depan. Dibawah ini REVIEW FILM INDONESIA akan telusuri lebih dalam tentang karakter, plot, dan tema yang ada dalam My Old Ass.
Sinopsis dan Karakter My Old Ass
Plot My Old Ass mengikuti Elliott, seorang gadis berusia 18 tahun yang bersiap meninggalkan rumah dan keluarganya di pertanian cranberry sebelum melanjutkan ke universitas di Toronto. Dalam sebuah perayaan ulang tahunnya yang kesepuluh, dia merayakan malam dengan sahabat-sahabatnya. Ro dan Ruthie, di mana mereka mengambil minuman jamur yang menyebabkan pengalaman halusinogen.
Selama malam itu, Elliott bertemu dengan sosok yang diakui sebagai versi lebih tua dari dirinya, yang diperankan oleh Aubrey Plaza. Versi tua Elliott ini memberikan pepatah, petunjuk, dan juga peringatan pada versi mudanya, termasuk untuk menjauhi seorang pemuda bernama Chad, yang muncul di kehidupannya setelah pertemuan tersebut. Dalam film ini, kami menyaksikan perjalanan karakter Isabella melalui pengalaman yang membuatnya mempertanyakan identitas dan pilihan hidupnya.
Selain Elliott, salah satu karakter yang sangat penting adalah Chad, yang diperankan oleh Percy Hynes White. Chad adalah seorang pemuda yang bekerja di pertanian keluarga Elliott, yang menjadi fokus perhatian dan konflik emosional bagi Elliott. Di sisi lain, Ruthie dan Ro, sahabat-sahabatnya, memberikan warna dan keceriaan yang mengiringi perjalanan Elliott, menjadikannya seimbang antara ketegangan emosional dan komedi yang menghibur.
Tema Utama My Old Ass
Salah satu tema sentral dalam My Old Ass adalah penemuan diri. Elliott, yang awalnya merasa yakin dengan identitas seksualnya sebagai seorang lesbian, mulai menghadapi kebingungan dan keraguan saat Chad tiba di kehidupannya. Konflik ini menciptakan dinamika yang menarik dalam film, di mana penonton diperlihatkan betapa fluidnya identitas seksual bisa berubah seiring waktu dan pengalaman. Keberanian Elliott untuk mengeksplorasi perasaannya, meski bertentangan dengan identitas awalnya, mencerminkan realitas kompleks yang dihadapi banyak remaja dalam pencarian jati diri mereka.
Megan Park seolah-olah ingin menyampaikan pesan bahwa perjalanan penemuan diri bukanlah sesuatu yang linier. Dalam prosesnya, Elliott diajarkan untuk menghargai setiap momen yang ada, sambil berjuang mengatasi rasa keraguannya tentang siapa dirinya. Hal ini dikemas dalam wawasan yang diberikan oleh versi tua Elliott, yang berusaha menuntunnya untuk tidak melewatkan kesempatan berharga dalam hidupnya. Ini mendalami pertanyaan introspektif yang sering dipikirkan banyak orang muda: “Apa yang akan saya pilih jika saya tahu apa yang akan terjadi di masa depan?”.
Unsur Komedi dan Drama
Film ini sangat efisien dalam menggabungkan unsur komedi dan drama. Saat Elliott mengalami perjalanan halusinogen, momen momen lucu dan absurd muncul, misalnya saat Elliott dan teman-temannya berinteraksi dengan versi tua dirinya. Penggambaran hubungan antara kedua versi Elliott tersebut menjadi sumber komedi yang cerdas, di mana mereka saling menggoda dengan cara lucu.
Aubrey Plaza, yang dikenal karena kemampuannya dalam memberikan komedi kering, sukses membawa kepribadian lebih tua Elliott dengan sentuhan humor yang halus dan bijaksana. Ketika dia memberikan nasihat kepada versi mudanya, dialog mereka penuh. Dengan momen-momen lucu yang membuat penonton tertawa, tetapi pada saat yang sama juga mengajak kita untuk berpikir. Kontras antara kebangkitan masa muda dan kesadaran akan kenyataan di masa depan menciptakan nuansa films debut ketiga yang menyentuh hati sambil membuat kita tersenyum.
Baca Juga: Klaus: Dari Musuh Menjadi Teman, Sebuah Dongeng Natal Modern
Performa Karakter My Old Ass
Performan yang ditampilkan di My Old Ass patut mendapatkan perhatian. Maisy Stella menghidupkan sosok Elliott dengan sangat baik; ia berhasil menciptakan karakter yang bisa dimengerti. Relatable dari perjalanan seorang remaja yang menghadapi tekanan untuk tumbuh dewasa. Keberaniannya dalam menunjukkan kerentanan dan kekacauan emosional selama pertumbuhan membuatnya menjelma menjadi karakter yang diperjuangkan dan dicintai. Penampilan pertama Stella di layar lebar mendapat pujian, dan tampaknya dia akan menjadi bintang yang bersinar di industri perfilman.
Sementara itu, Aubrey Plaza, dengan gaya unik yang memadukan kecerdikan dan kehangatan, memberikan kedalaman pada sosok versi tua Elliott. Keseluruhan, chemistry antara Stella dan Plaza luar biasa, seolah-olah mereka adalah dua sisi dari koin yang sama. Sementara yang lain sudah menjalani semua tantangan tersebut dan sekarang berusaha untuk memberi nasihat yang bermakna.
Pesan Tentang Waktu dan Kehidupan
My Old Ass juga mengajak penonton untuk merenungkan pentingnya waktu dan bagaimana kita terkadang terlalu berfokus pada masa depan hingga mengabaikan apa yang ada di depan kita. Elliott diberi nasihat untuk menghargai setiap momen saat dia berada di rumah bersama keluarganya, sementara dia sedang berjuang untuk menemukan jati dirinya. Peringatan untuk “di sini dan sekarang” menjadi pesan yang ditekankan di sepanjang film, membiarkan penonton merasakannya di setiap adegan.
Dalam perjalanan penemuan dari Elliott, kita ikut merasakan bagaimana setiap keputusan kecil dan interaksi dengan orang-orang terdekat memiliki dampak besar pada diri kita. Dengan memperlihatkan kesedihan yang dirasakan Elliott ketika mendengar bahwa orang tuanya berencana menjual pertanian keluarga. Film ini menciptakan catatan emosional sejati tentang kehilangan dan perjalanan hidup yang tidak selalu mudah.
Sinematografi dan Musik
Sinematografi Kristen Correll turut mempercantik film ini dengan menampilkan lokasi film yang indah di Muskoka, Ontario. Yang memberikan latar belakang sempurna untuk perjalanan pertumbuhan Elliott. Melalui pengambilan gambar yang memanfaatkan keindahan alam, penonton dapat merasakan nuansa nostalgia serta keindahan masa remaja.
Penggunaan musik dalam film juga sangat tepat. Momen di mana Elliott menyanyikan lagu Justin Bieber tidak hanya memperkuat penggambaran ketulusan dan kejujuran perasaannya. Tetapi juga menciptakan momen lucu dan berkesan yang menjadikan film ini terasa lebih hidup. Penonton diajak untuk terhubung dengan karakter melalui lagu-lagu yang menyerang ingatan sekaligus menciptakan atmosfer meriah.
Kesimpulan
My Old Ass lebih dari sekadar film komedi remaja. Ini adalah perjalanan emosional yang mendorong penonton untuk merenungkan. Pentingnya menghargai kehidupan, waktu, dan hubungan dengan orang-orang terkasih. Menggambarkan konflik identitas, cinta, dan penyesalan, film ini berhasil menyampaikan pesan tentang perlunya menghormati masa lalu dan menghadapi masa depan dengan keberanian.
Dalam dunia yang sering kali terasa terburu-buru dan penuh tekanan, My Old Ass mengajak kita untuk berhenti sejenak. Melihat sekeliling, dan menghargai setiap langkah dari perjalanan yang kita jalani. Dengan karakter-karakter yang kuat dan penuh warna, serta plot yang mengajak kita untuk berpikir, film ini mengingatkan kita. Bahwa hidup tidak hanya tentang tujuan, tetapi juga tentang bagaimana kita menghargai setiap momen dalam perjalanan kita.
Apakah Anda sudah menonton My Old Ass? Jika belum, film ini pasti layak ditonton. Ini adalah pengalaman menonton yang akan membuat Anda tertawa, terpikir, dan, mungkin, bahkan menangis. Simak dan ikuti terus informasi terlengkap tentang Review Film yang akan kami berikan setiap harinya.