Mulan: Aksi Feminisme di Medan Perang

bagikan

Mulan (2020) merupakan reinterpretasi dari kisah klasik yang mengisahkan seorang wanita muda Cina yang menyamar sebagai pria untuk menyelamatkan ayahnya daripada pertempuran.

Mulan: Aksi Feminisme di Medan Perang

Meskipun film ini diharapkan menjadi representasi yang kuat dari keberanian dan perjuangan perempuan, banyak kritik yang muncul mengenai penggambaran karakter, akurasi budaya, dan eksekusi cerita yang dianggap kurang mendalam. Artikel REVIEW FILM INDONESIA akan mengeksplorasi berbagai aspek film Mulan, termasuk alur cerita, karakter, representasi feminisme, kritik, dan analisis budaya.

Latar Belakang Film Mulan

Mulan (2020) disutradarai oleh Niki Caro dan merupakan adaptasi live-action dari film animasi Disney yang dirilis pada tahun 1998. Cerita ini berakar dari legenda Hua Mulan, seorang gadis yang mengorbankan identitasnya demi melindungi keluarga dan negaranya saat kekaisaran Tiongkok diserang oleh pasukan Rouran. Mulan yang diperankan oleh Liu Yifei dihadapkan pada perjuangan untuk menjalani pelatihan militer sembari menjaga identitasnya tetap tersembunyi.

Film ini mencontohkan perjalanan Mulan yang penuh ketegangan dan tantangan, di mana ia harus membuktikan kemampuannya dalam pertempuran dan di saat bersamaan menghadapi dilema moral mengenai jati dirinya. Dengan penggambaran visual yang menawan dan efek khusus yang memukau. Film ini bertujuan untuk menyajikan kisah yang lebih serius dan mendalam dibandingkan dengan versi animasi sebelumnya.

Alur Cerita Film Mulan

Alur cerita Mulan melibatkan penggambaran perjuangan Mulan dari seorang gadis muda menjadi pejuang yang tangguh. Ketika kaisar mengeluarkan perintah untuk mengerahkan satu pria dari setiap keluarga, Mulan memutuskan untuk menyamar dan menggantikan ayahnya, Hua Zhou, yang sudah tua dan lemah. Ia menyamar dengan nama Hua Jun untuk menyembunyikan identitasnya sebagai wanita.

Selama pelatihan, Mulan mengalami pergeseran karakter, dari seorang gadis yang tertekan dengan ekspektasi masyarakat menjadi sosok yang berani dan mandiri. Namun, meski Mulan digambarkan sebagai pahlawan yang kuat, kritik muncul terkait penggambaran karakternya yang dianggap lebih datar dan kurang kompleks dibandingkan dengan versi animasi yang lebih menunjukkan kesulitan dan pertumbuhan emosionalnya.

Representasi Feminis Film Mulan

Film ini berusaha mengangkat isu feminisme dengan menunjukkan Mulan sebagai sosok yang melawan norma-norma patriarki. Ia menolak untuk tunduk pada peran gender yang tradisional dan memilih untuk berjuang demi kehormatan keluarganya. Namun, pandangan mengenai representasi perempuan dalam film ini terpecah. Banyak kritikus berpendapat bahwa film ini cukup gagal dalam menyampaikan pesan kuat tentang kesetaraan gender yang diharapkan, serta mengembangkan karakter perempuan yang lebih dalam.

Dalam konteks feminisme, Mulan bisa dilihat sebagai simbol keberanian. Namun, dengan penggambaran kekuatannya yang sering kali bersumber dari kemampuan super yang ia miliki. Alih-alih dari usahanya sendiri, film ini menerima kritik bahwa ia menghilangkan elemen perjuangan yang realistik yang diharapkan dapat menginspirasi pemirsa.

Kritik Terhadap Narasi

Kritik utama terhadap Mulan terletak pada narasi dan penyampaian cerita. Banyak penonton beranggapan bahwa film ini terasa datar dan kurang mendalam dalam pengembangan kisahnya. Hal ini terlihat dari tempo penceritaan yang cepat dan kurangnya momen pengembangan karakter. Membuat penonton sulit terhubung dengan perjalanan emosional Mulan.

Kekurangan dalam dialog juga menjadi sorotan, di mana banyak adegan penting tidak disampaikan dengan baik. Penonton merasa ada banyak peluang untuk mengeksplorasi perasaan dan pikiran Mulan yang terlewatkan. Yang membuat karakter ini terasa lebih sebagai alat cerita ketimbang sebagai individu yang berkembang.

Baca Juga: Wonder Woman: Kisah Diana Prince Legenda dari Amazon

Kualitas Visual dan Cinematography

Kualitas visual menjadi salah satu aspek yang paling banyak dipuji dalam Mulan (2020). Dengan sinematografi yang indah dan pemanfaatan efek khusus yang canggih, film ini menciptakan suasana yang memikat dan berfungsi mendukung narasi yang diusung. Setiap adegan pertempuran disajikan dengan detail artistik dan gerakan yang terkoordinasi dengan baik. Menambah rasa mendebarkan dalam setiap pertarungan yang ditampilkan.

Meski demikian, beberapa kritik ditujukan kepada penggunaan CGI yang dinilai berlebihan, sehingga mengurangi keaslian dan kedalaman dari adegan pertempuran yang terjadi. Banyak penonton merasa bahwa efek yang digunakan dalam film ini tidak selalu sejalan dengan konteks emosional dari cerita, sehingga mengganggu pengalaman menonton secara keseluruhan.

Representasi Budaya

Dalam upayanya untuk menghadirkan kisah yang lebih “otentik,” film ini berusaha menyajikan nilai-nilai budaya Tiongkok. Hal ini terlihat dalam berbagai elemen visual seperti kostum, musik, dan setting yang menggambarkan masyarakat dan warisan budaya Tiongkok. Namun, kritik kembali muncul terkait akurasi budaya yang dianggap tidak konsisten. Beberapa ahli budaya menyatakan bahwa beberapa aspek kultur tidak terwakili dengan baik. Bahkan terdapat benturan antara nilai-nilai tradisional dan modern yang ditampilkan di layar.

Selain itu, penambahan karakter baru seperti penyihir Xianniang menambah kompleksitas cerita. Namun juga menimbulkan keraguan mengenai relevansi karakter tersebut dalam konteks narasi yang lebih luas. Pada akhirnya, fokus utama pada karakter Mulan sebagai simbol kekuatan wanita dirasa mengorbankan kedalaman karakter dari penjahat dan sub-karakter.

Komparasi dengan Versi Animasi

Ketika membandingkan film ini dengan versi animasi yang dirilis pada tahun 1998, jelas terlihat perbedaan signifikan dalam pendekatan narasi dan karakternya. Film animasi pertama kali menggambarkan perjalanan Mulan dengan lebih humoris dan disertai lagu-lagu yang mendukung suasana. Hal ini memberikan kedalaman emosional yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan lebih serius dari film live-action yang merasa kaku dalam meny delivered beragam tema.

Banyak penonton merindukan kehadiran karakter ikonik seperti Mushu, yang dalam versi animasi memberikan nuansa humor sekaligus mendukung perjalanan Mulan. Kehilangan karakter tersebut mengakibatkan hilangnya elemen kegembiraan dalam film, menjadikannya lebih berat dan kurang menarik bagi kalangan tertentu.

Respon Kritikus dan Penonton

Film Mulan (2020) menerima berbagai tanggapan dari kritik dan penonton. Meskipun visual dan aksi dianggap mengesankan, banyak kritik mencatat bahwa aspek narasi dan karakterisasi terlalu lemah. Di platform seperti Rotten Tomatoes, film ini mencatatkan skor yang bervariasi. Mencerminkan ketidakpuasan dari sebagian besar penonton yang mengharapkan lebih dari film yang telah lama ditunggu ini.

Lebih dari itu, film ini mengalami kesulitan komersial meskipun dibekali dengan anggaran besar. Beberapa kritikus mengakui bahwa ekspektasi tinggi terhadap film ini akibat nostalgia dari versi animasi sebelumnya dapat berkontribusi pada kekecewaan yang dirasakan audiens.

Kekuatan Akhir Cerita

Kekayaan dan keindahan film ini terletak pada tema tentang keberanian, pencarian identitas, dan cinta terhadap keluarga. Meskipun Mulan mungkin tidak sempurna, kisahnya tetap menyampaikan pesan yang relevan bagi banyak orang, terutama dalam konteks perjuangan wanita di dunia modern. Film ini menjadi sebuah pengingat bahwa keberanian berwujud dalam berbagai bentuk. Dari menyelamatkan orang yang kita cintai hingga berdiri untuk nilai-nilai yang kita percayai.

Ending film yang menampilkan pengembalian Mulan ke keluarganya mencerminkan tema reuni dan harapan. Meski beberapa aspek dari perjalanan tersebut menuai kritik karena kekurangan kedalaman. Penonton diingatkan bahwa perjalanan seorang pahlawan tidak hanya tentang pertempuran fisik, tetapi juga perjalanan emosional.

Refleksi Terhadap Mulan dalam Budaya Populer

Mulan menjadi bagian dari diskusi lingkungan feminist yang lebih luas, di mana film tidak hanya mengenai pertarungan dan kemenangan, tetapi juga tentang keadilan, kesetaraan, dan pengakuan terhadap peran wanita dalam sejarah serta budaya. Namun, ada kesadaran bahwa film terlalu terfokus pada karakter utama, sehingga kisah yang lebih kaya yang dapat diambil dari mitologi di belakangnya kurang dieksplorasi.

Film ini juga menunjukkan tantangan bagi industri film dalam menciptakan karya yang tidak hanya menghibur tetapi juga menghormati dan merepresentasikan budaya dengan baik. Melalui pembelajaran dari film Mulan, diharapkan masa depan pembuatan film dapat lebih bijaksana dalam memadukan unsur lokal dan moderan.

Kesimpulan

​Mulan (2020) menggambarkan perjalanan yang memukau dari seorang perempuan yang berjuang untuk hak dan tempatnya dalam dunia yang didominasi oleh patriarki.​ Meskipun banyak kritik muncul mengenai karakterisasi, akurasi budaya, dan ketidakpuasan dalam alur cerita, film ini tetap memberikan pesan penting tentang keberanian dan dedikasi terhadap keluarga dan negara serta tetap menjadi bagian dari tradisi yang menghargai legenda dan budaya, dengan demikian. Mulan terus menjadi simbol keberanian dan perjuangan yang relevan di berbagai generasi ke depan. Buat kalian yang tertarik mengenai ulasan film terbaru dan ter-update lainnya, kalian bisa kunjungi website kami k-drama.id untuk mendapatkan info lebih lanjut.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *