Film Dua Garis Biru Memberi Sex-Education Penting Bagi Remaja
Film Dua Garis Biru diproduksi oleh Rumah Produski Starvision. Film ini ditulis oleh Retna Ginanti S. Noer yang kemudian beliau sendiri menjadi sutradara dari film ini. Pada tanggal 11 Juli 2019, film ini telah sukses dirilis di seluruh bioskop Indonesia. Film yang berdurasi waktu 113 menit ini dibintangi oleh beberapa aktor dan aktris papan atas di Indonesia. Dan sebagai pemeran utamanya adalah Angga Yunanda sebagai Bima dan Adhisty Zara(JKT48) sebagai Dara.
Dua Garis Biru mengangkat kisah pernikahan dini yang menjadi polemik nyata di Indonesia. Film ini memberi pelajaran berharga bagi kita untuk mempersiapkan mental seseorang dalam membangun rumah tangga. Harmonisnya hubungan pernikahan tidak diukur dari bibit (latar belakang), bebet (penampilan). Tetapi yang dibutukan juga bobot (kualitas diri) dalam mejalani kehidupan berumahtangga.
Baca Juga : Ipar Adalah Maut Kisah Perselingkuhan Yang Menguras Emosi
Remaja Yang Membuat “Kesalahan”
Film yang bercerita tentang sepasang kekasih remaja Bima dan Dara, yang masih duduk di bangku SMA ini berasal dari keluarga baik-baik. Mereka dikelilingi oleh oleh teman-teman dan juga keluarga yang sangat mencintai mereka. Hingga suatu saat Bima dan Dara melakukan “kesalahan” yang tidak seharusnya mereka lakukan di usia mereka yang terbilang sangat muda.
Dara dalam kisah ini mewakili remaja perempuan yang belum memiliki kesiapan untuk mengerti emosi seorang ibu ketika mengandung, kondisi fisik saat dan setelah menikah. Dia pun harus melalui masa dimana kondisi hubungan dengan ibunya semakin renggan dan tidak konsisten dalam menunjukkan perasaan cinta mereka akibat terkena dampak psikis.
Bima sebagai remaja laki-laki yang hanya bisa merasa bersalah dan dalam keadaan yang mendesak, terpaksa harus bekerja banting tulang. Kondisinya belum siap untuk berkomitmen memimpin keluarga. Satu sisi, dia berusaha tampak bertanggungjawab.
“Kesalahan” yang sudah terjadi merupakan bencana bagi Bima dan Dara sekaligus anugerah karena diberikan satu nyawa baru dalam kehidupan mereka. Dalam dialog Dara dan Bima, mereka diingatkan untuk berpikir dan menimbang baik-baik keputusan yang mau diambil sebelum bertindak. Bahwa menikah adalah keputusan sekali yang diambil. Tetapi menjadi orangtua adalah pekerjaan seumur hidup yang harus selalu menjadi panutan bagi anak.
Dampak Dari Dua Garis Biru
Patut diapresiasi bagaimana Gina S Noer mampu membangun adegan demi adegan dengan pace yang sangat bagus dengan penempatan adegan yang efektif. Film ini diawali dengan baik,karena dapat memfokuskan isi film tersebut pada dampak dari “kesalahan” yang dilakukan oleh kedua tokoh utama yang mana adalah tema utama dari film ini. Jadi film ini dari awal sudah menunjukan bahwa film ini berfokus pada dampak dari “kesalahan” daripada proses terjadinya “kesalahan” yang dilakukan oleh kedua tokoh utama itu sendiri.
Dua Garis Biru menghadirkan scene yang sangat emosional, yaitu scene UKS. Bagi yang sudah menonton pasti tahu bagaimana intensnya emosi yang terdapat di scene itu dan Gina S Noer dapat meng-capture scene yang sangat emosional itu dengan tehnik one take. Ending dari film ini menjadi point yang paling penulis sukai, biasanya film Indonesia memiliki ending naratis yang menjabarkan akhir dari suatu film dengan gamblang. Apa yang terjadi dengan tokohnya?, apa mereka happy ending?. Namun Ending film ini seakan dibuat “menggantung” karena kita tidak menjabarkan nasib tokoh. Dimana dari kisah ini justru membuat pesan utama dari film ini yang mana mengajak agar para remaja untuk tidak melakukan “kesalahan” yang dilakukan oleh kedua tokoh utama Bima dan Dara ini menjadi tersampaikan.
Pendalaman Pemeran Dua Garis Biru
Angga Yunanda disini bisa memerankan Bima dengan baik dimana ia dapat mengeluarkan aura remaja yang disatu sisi naif. Namun disisi lain mencoba untuk menyelesaikan masalah yang tidak sengaja dia lakukan.
Kita juga perlu apresiasi lebih untuk Zara JKT48 karena memerankan gadis hamil itu tidaklah mudah. Dan juga dapat memerankan seorang gadis yang pintar, kuat namun masih memiliki kenaifan remaja dalam dirinya.
Emosional Dwi Sasono (Ayah Dara), Lulu Tobing (ibu Dara), Arswendy Bening Swara (Ayah Bima) Cut Mini (Ibu Bima) sangat mendukung suksesnya film ini. Dimana psikolog orang tua Bima dan Dara juga sangat terganggu dengan kesalahan yang sudah mereka lakukan. Ada rasa malu dan frsutasi memikrkan apakah, anak-anak mereka mampu untuk memahami apa yang akan terjadi untuk kehidupan mereka yang akan datang atau tidak. Sikap yang ditujukkan orang tua Bima dan Dara membuat mereka merasa bersalah dan gagal karena tidak mampu mendidik anak mereka.
Pesan Penting Dua Garis Biru
Premis film ini menggambarkan tentang anak remaja yang memadu kasih hingga terjadi “Dua Garis Biru”. Namun dalam adegan tidak seperti yang kita bayangkan akan terjadi adegan-adegan nakal. Mengingat usia kedua pemain utama sangat mudah. Maka, hanya diperagakan adegan sepintas yang sudah bisa mengantarkan penonton berpikir bahwa yang mereka lakukan adalah tindakan yang salah dan tidak pantas untuk ditiru.
Terakhir, film ini adalah sebuah film yang patut untuk ditonton, patut untuk diancungi jempol dan patut untuk dibanggakan. Karena film ini adalah salah satu tinta emas di industri perfilman Indonesia. Pesan moralnya disampaikan dengan sangat baik, adegan demi adegannya dibangun juga dengan sangat baik. Film ini menyuguhkan acting yang memukai dari para aktor dan aktris yang bermain didalamnya. Serta berhasil menampilkan ending yang bijak bagi para karakternya review.film.ida.