|

Di Bawah Umur – Sebuah Perputaran Kisah Cinta di Ujung Jalan

bagikan

Di Bawah Umur, yang disutradarai oleh Emil Heradi dan ditayangkan pada tahun 2020, menjadi sorotan utama di kalangan penggemar film remaja Indonesia.

Di Bawah Umur – Sebuah Perputaran Kisah Cinta di Ujung Jalan

Diperankan oleh Angga Yunanda sebagai Aryo dan Yoriko Angeline sebagai Lana, film ini bertujuan untuk menggambarkan realitas kehidupan remaja dengan segala dinamikanya, termasuk dalam pergaulan dan pendidikan seks. Namun, banyak kritik muncul terkait pelaksanaan tema yang ambisius ini. Dalam artikel REVIEW FILM INDONESIA kita akan membahas lebih banyak flim drama romantis lainnya.

Sinopsis Ringkas Di Bawah Umur

Film ini mengisahkan Aryo, seorang pelajar yang dikenal nakal dan terlibat dalam berbagai masalah di sekolah. Cerita dimulai dengan konflik antara Aryo dan sahabatnya, Kevin, yang pecah karena perselisihan mengenai hubungan mereka dengan gadis bernama Lana, yang merupakan saudara sepupu Kevin. Ketika Lana pindah ke sekolah mereka, ketertarikan Aryo terhadap dirinya semakin mendalam, sementara teman-temannya dan kondisi keluarga membawa banyak tantangan yang harus dihadapi.

Karakter dan Akting Di Bawah Umur

Angga Yunanda, dalam peran Aryo, berhasil menggambarkan seorang remaja dengan segala kecerobohan dan ketidakpastian dalam hidupnya. Perannya yang dinamis membawa penonton menyusuri perjalanan emosional seorang pemuda yang terjebak antara cinta dan persahabatan. Yoriko Angeline sebagai Lana juga tampil memukau dalam perannya sebagai gadis remaja yang menjadi perbincangan di antara teman-temannya. Karakter ini bisa dibilang merupakan benang merah dari konflik yang ada, tetapi sayangnya, pengembangan karakternya terkesan dangkal dan kurang eksploratif.

Tema Kenakalan Remaja

Film ini mengangkat tema kenakalan remaja, sebuah isu yang kerap kali menjadi perhatian dalam sinema Indonesia. Meskipun film ini berupaya menggambarkan realitas kehidupan remaja yang menghadapi berbagai masalah, beberapa penonton merasa bahwa pendekatan yang diambil terasa klise dan tidak menangkap substansi dari permasalahan yang ingin disampaikan. Dalam berbagai adegan, film ini berfokus pada tindakan-tindakan berani dari para remaja, tetapi sering kali menyajikannya dengan cara yang kurang bertanggung jawab.

Seperti banyak film remaja lainnya, Di Bawah Umur memperlihatkan perilaku menyimpang seperti pergaulan bebas dan hamil di luar nikah. Meskipun film ini berusaha menawarkan pendidikan kepada penontonnya, cara penyajiannya sangat dipertanyakan karena kurangnya respons kritis terhadap perilaku-perilaku tersebut. Dalam hal ini, penonton mungkin merasa bingung, di mana letak edukasi yang secara eksplisit seharusnya diberikan.

Baca Juga: Onde Mande – Kisah Keberanian Warga Desa Sigiran Menggapai Mimpi

Plot yang Problematis Di Bawah Umur

Salah satu kritik utama yang dilontarkan terhadap film ini adalah plotnya yang tergolong problematis. Beberapa penonton mengungkapkan bahwa alur cerita terasa tidak konsisten dan sulit dipahami. Sekali lagi, sepertinya Emil Heradi, sang sutradara, memiliki niatan baik untuk menyampaikan sebuah pesan, namun eksekusinya kurang optimal.

Film ini dimulai dengan pengaturan yang menarik, tetapi dengan cepat tenggelam dalam narasi yang bertele-tele. Setelah adegan pengumuman di kantin, banyak penonton merasa film ini hilang arah dan tidak dapat menangkap inti dari konflik yang ada. Selain itu, karakter-karakter dalam film terasa kurang dieksplorasi dengan baik, membuat penonton tidak memiliki koneksi emosional yang cukup dengan mereka.

Kualitas Teknikal Di Bawah Umur

Kualitas Teknikal
Dari aspek teknis, film ini tidak menawarkan sesuatu yang inovatif. Sinematografi yang biasa saja dan penggunaan efek suara yang terkadang tidak sejalan dengan konteks memperburuk pengalaman menonton. Meski terdapat beberapa scene yang dianggap cukup menarik oleh sebagian penonton, secara keseluruhan, gaya pemasaran dan teknis film ini tidak dapat dibandingkan dengan karya-karya lainnya yang berani mengambil risiko. Salah satu hal yang disoroti adalah bahwa dialog dalam film ini terkesan sangat natural, tetapi hal tersebut tidak cukup untuk menutupi kelemahan lainnya dalam narasi. Akting para pemain, meskipun dapat diterima.

Pendidikan Seks yang Tidak Tepat

Meskipun film ini berusaha untuk membahas pentingnya pendidikan seks di kalangan remaja. Banyak pihak merasa bahwa cara penyampaian yang digunakan kurang tepat. Pendekatan yang diambil terkesan lebih menyoroti sisi glamor dan begitu bebasnya perilaku seksual tanpa memberikan nuansa pendidikan yang mendalam. Dalam satu momen, ketika Aryo dengan mudahnya memasuki kamar Lana tanpa rasa takut. Ini menyiratkan pesan yang salah tentang batasan dan tanggung jawab yang seharusnya dimiliki oleh remaja. Sementara itu, adegan-adegan normatif seputar hubungan di antara remaja sering kali terjebak dalam lelucon dan situasi yang humoris. Tetapi ini tidak membawa audiens pada kesadaran atau pemahaman yang lebih dalam mengenai pentingnya hubungan yang sehat dan saling menghargai.

Perbandingan dengan Film Lain

Ketika dibandingkan dengan film-film remaja lain seperti Dua Garis Biru, Di Bawah Umur kalah dalam kedalaman cerita dan dampak emosional. Dalam Dua Garis Biru, penonton diajak untuk memahami dan merenungkan dampak dari kehamilan remaja dengan lebih komprehensif. Sementara film ini cenderung superficial dan berbasis lelucon. Penokohan dan pengembangan karakter dalam Dua Garis Biru jauh lebih baik.

Memberikan konteks yang lebih mendalam mengenai realitas sosial yang dihadapi remaja. Kelemahan dalam penyampaian pesan edukatif membuat Di Bawah Umur berisiko menjadi tontonan yang hanya menyenangkan tetapi bukan inspirasi atau pelajaran bagi para remaja yang menontonnya. Juga, film ini se juga memperlihatkan sejumlah karakter pelindung yang dibuat lucu. Tetapi tetap tidak berhasil menjadi panutan yang baik bagi penontonnya.

Respon Penonton

Di luar penilaian kritikus, respons dari penonton juga beragam. Beberapa memuji film ini sebagai hiburan, sementara yang lain menunjukkan kekecewaan karena tema yang seharusnya diangkat dengan cara yang lebih serius. Ulasan negatif mengenakan label film ini sebagai salah satu film terburuk dalam genre remaja tahun tersebut. Dengan skor yang rendah dan komentar yang menyatakan bahwa film ini hanya menambahkan kebisingan dalam industri film tanpa memberikan sesuatu yang berarti.

Sebagian penonton juga merasa bahwa Di Bawah Umur bertujuan untuk membuat penonton terhubung dengan pengalaman mereka, tetapi berhasil hanya di bagian permukaan. Masyarakat menginginkan cerita yang relevan dengan pengalaman sehari-hari mereka, dan film ini, meskipun berusaha, tidak memenuhi ekspektasi itu.

Cinematografi dan Visual

Cinematografi dalam film Di Bawah Umur memiliki peran penting dalam menciptakan pengalaman visual yang mendalam bagi penonton. Di mana aspek-aspek seperti mise-en-scène, sinematografi, dan editing dipadukan untuk membangun narasi yang efektif. Mendesain visual yang menarik dan relevan diharapkan dapat menarik perhatian penonton sekaligus memperkuat tema yang diangkat.

Kesimpulan

​Secara keseluruhan Di Bawah Umur merupakan film yang memiliki potensi besar namun tampaknya terhambat oleh narasi. Yang lemah dan pengemasan yang kurang berdaya.​ Meskipun dibintangi oleh aktor muda berbakat, film ini tidak mampu menyatukan banyak elemen yang dapat membuatnya menjadi karya yang berkesan. Daripada menghadirkan pendidikan yang bermanfaat mengenai isu-isu sensitif yang dihadapi remaja. Film ini lebih mirip dengan produk hiburan yang hanya mencoba menampilkan sisi glamor kehidupan sehari-hari remaja tanpa memberikan konteks yang mendalam. Buat anda yang ingin tahu lebih banyak lagi tentang film-film lainnya? Anda bisa mengunjungi artikel kami hanya dengan klik link yang satu ini k-drama.id.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *